Rabu, 11 September 2019

Sosok Tumenggung Rajekwesi Penyerang Kota Batavia

Ilustrasi : Tumenggung Rajekwesi
Tumenggung Rajekwesi  adalah salah satu Tumenggung dari Kerajaan Mataram yang diamanahi oleh Tumenggung Bahurekso Kendal untuk  memimpin rapat rahasia bersama 26 Tumenggung lainnya untuk mengatur serangan ke Batavia (Jakarta) pada tahun 1628 dan 1629.
Tumenggung Bahurekso Kendal yang pada waktu itu menjadi panglima perang Kerjaan Mataram mandat mandat langsung dari Sultan Agung Mataram agar segera menyerang Belanda ke Batavia, dengan alasan Belanda sudah hampir menguasasi semua perdagangan di Wilayah Kerajaan Mataram. Dengan demikian Bahurekso meminta kepada Rajekwesi untuk segera memimpin rapat rahasia yang akan dihadiri oleh para petinggi Kerajaan Mataram.  Ditunjuknya Rajekwesi oleh Tumenggung Bahurekso tidak serta-merta tanpa alasan, namun  beliau paham betul kemampuan  Rajekwesi. Dia adalah sesorang yang memiliki kemampuan ilmu kanuragan dan kebatinan yang sangat mumpuni.
Atas perintah Tumenggung Bahurekso, Rajekwesi segera menjalankan tugasnya, namun sebelum melaksanakan rapat rahasia tersebut, beliau bermunajad kepada Allah SWT untuk meminta petunjuk agar saat melaksanakan rapat bisa berjalan lancar sesuai harapan. Akhirnya beliau mendapatkan petunjuk (Ilham)  untuk mengambil 5 batang besi yang kemudian diberi doa dan dipasang di sekeliling area tempat rapat. Pemasangan 5 batang besi itu bertujuan sebagai tameng atau banteng yang memagari supaya pada saat rapat digelar tidak ada satu pun prajurit atau mata-mata Belanda yang mengetahui rencana strategi untuk menyerang ke Batavia.
Pada waktu pelaksanaan rapat yang bertempat di hutan pesisir pantai Kemangi, tepatnya di Padepokan Laduni Faqoh yang tak lain adalah Padepokan milik Rajekwesi, akhirnya rapat tersebut dapat berjalan dengan lancar. Hal itu berkat doa yang dipanjatkat, dan kemampuan Rajekwesi yang mampu memanggil para prajurit jin dari alam gaib untuk  memperketat penjagaan saat berlangsungnya rapat.
Kemudian usai rapat, beberapa hari kemuadian puluhan ribu prajurit dari Kerajaan Mataram pun dikerahkan menuju ke Kabupaten Kendal untuk menambah manuver penyerangan ke Batavia,  karena pada waktu itu Kendal menjadi pusat pertahanan kekuatan kerajaan Mataram. Pada hari penyerangan yang sudah disepakati tiba, para Tumenggung Mataram pun lansung bergerak cepat  menyisir pos pos prajurit belanda. Ditengah perjalanan Tumenggung Rajekwesi bersama dengan Tumenggung lainnya banyak mengalami kendala, selain harus berhadapan dengan para prajurit Belanda, prajurit yang beliau komandoi banyak yang terserang penyakit dan kehabisan perbekalan makanan. Tidak hanya itu, tetapi  juga dikarenakan jarak tempuh dari Kendal ke Batavia sangatla jauh, sehingga misi penyerangan untuk mengusir para penjajah tersebut belum berhasil.
Atas ketidak berhasilan dalam mensukseskan misi kerajaan,  ke 27 Tumenggung tersebut tidak mau kembali ke Kerajaan Mataram, jiwa kesatria yang melekat dalam jiwanya terus berkobar, sehingga mereka memilih untuk tinggal di Kendal dan memperkuat Kabupaten Kendal dalam berbagai bidang, termasuk Temenggung Rajekwesi sendiri lebih memlih menekuni bidang ilmu agama dan ikut serta menyebarkan agama islam di penjuru wilayah Kabupaten Kendal. Sehingga sampai sekarang ini Kendal menjadi kabupaten yang agamis dengan slogan Kendal Beribadat.
Seperti halnya disampaikan oleh juru kunci makam Kemangi, Kiai Kasturi Warga Desa Jungsemi, Kecamatan Kangkung mengatakan bahwa Tumenggung Rajekwesi atau yang mempunyai nama asli Sokerto Wongso Dikromo juga menguasai strategi perang, salah satunya beliau pernah melakukan kegiatan telik sandi sendiri dengan cara menyamar sebagai pedagang yang berjualan makanan untuk para prajurit Belanda, sehingga pada waktu penyerangan dilakukan  bisa langsung mengetahui diamana saja pos pos yang mereka singgahi.
Selain itu, Menurut Kiai Kasturi, Paseban Kemangi adalah sebuah Aula atau Pendopo yang dahulunya digunakan untuk rapat rahasia yang kini telah menjadi tempat pemakaman bagi masyarakat Desa Njungsemi, Kecamatan Kangkung, Kabupaten Kendal. Makam tersebut dikenal sebagai makam yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat atau pun masyarakat umum di luar daerah Kabupaten Kendal, dengan berbagai fenomena yang tidak bisa dinalar oleh akal sehat manusia. Hal itu menjadi bukti sejarah bahwa Tumenggung Rajekwesi adalah salah satu Tumenggung dari Kerajaan Mataram yang berjasa untuk Kabupaten Kendal.
Sumber : Tim Handal

Selasa, 10 September 2019

Mengenang Perjuangan Tumenggung Bahurekso

Tumenggung Bahurekso

Sejarah berdirinya Kabupaten Kendal tidak terlepas dari peranan sosok ulama yang disegani bernama Ki Tumenggung Bahurekso yang juga seorang admiral angkatan laut dan gubernur pesisir Jawa bagian Utara. Tokoh sentral  yang pada tanggal 12 Robiul Awal 1412 Hijriyah atau bertepatan dengan  tanggal 28 Juli 1605 dikukuhkan sebagai  Bupati Kendal yang pertama.
Beliau dikenal sebagai sosok pejuang yang heroik. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kendal nomor 20 tahun 2006, tentang Hari Jadi kabupaten Kendal menetapkan “Jumenengan”, tanggal dilantiknya Tumenggung Bahurekso sebagai Bupati Kendal tersebut dicatat sebagai  momentum awal berdirinya Kabupaten Kendal.
Kepemimpinan dan perjuangan Tumenggung Bahurekso sebagai Bupati pertama Kabupaten Kendal yang nama mudanya Joko Bahu akan senantiasa dikenang oleh keluarga besar Kendal. Bukan saja karena keberaniannya dalam memperjuangkan kehidupan rakyat yang menjadi perhatian dan pengabdian. Kecerdasan, kerja keras dan keberhasinyal dalam membagun daerah Kendal, menjadi dasar bagi Sultan Agung raja Mataram Islam mengangkatnya menjadi Bupati Kendal dan panglima Perang Mataram Islam menghadapi VOC di Batavia kala itu.
Menurut catatan Belanda, Tumenggung Bahurekso tewas bersama 200 pasukannya saat berperang melawan Belanda pada tanggal 21 Oktober 1628 karena tertembak senapan laras panjang prajurit VOC. Namun catatan Belanda tersebut dibantah oleh tokoh sejarah dalam catatan Babad Jawa. Sejarah Banten juga mencatat bahwa Panglima Perang Tumenggung Bahurekso tidak tewas dalam peperangan saat terkena pecahan peluru penjajah.
Dalam catatan sejarah versi babad dijelaskan, tanggal 21 September 1628 Panglima Perang Tumenggung Bahurekso melakukan serangan besar-besaran ke Benteng Pertahanan VOC Belanda di Batavia Jakarta. Dua pasukan Tumenggung Bahurekso yaitu Pasukan Panah Api Surogenen dan Pasukan Wirabraja jam 05.30, melakukan serangan besar-besaran dari 2 arah yang berbeda. Serangan Pasukan Tombak Wirabraja Tumenggung Bahurekso tersebut dihadapi Belanda dengan Pasukan Pedang VOC.
Belanda juga memuntahkan senjata api Meriam secara bertubi-tubi ke arah Tumenggung Bahurekso dan pasukannya. Salah satu serangan senjata Pasukan VOC tersebut mengenai Tumenggung Bahurekso. Salah Satu Kaki Tumenggung Bahurekso mengalami luka dan patah terkena terkena pecahan peluru akibat serangan Meriam Belanda itu. Karena dalam kondisi terluka dan kaki patah, pasukan diperintahkan untuk mundur. Pasukan Adipati Ukur mundur ke arah hutan Lumbung Parahiyangan Tengah.
Dua anak buah Tumenggung Bahurekso yaitu Tumenggung Mandurorejo dan Tumenggung Suro Agul-agul menyembunyikan Tumenggung Bahurekso di Tempat Persembunyian. Serangan yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso tersebut tidak berhasil namun Tumenggung Bahurekso tidak tewas. Di tempat persembunyian yang dirahasiakan dari kejaran penjajah Belanda itu, Bupati Pertama Kabupaten Kendal Tumenggung Bahurekso mendapat perawatan. Hingga beberapa waktu, kisah hidup selanjutnya tidak banyak terungkap dalam catatan sejarah.
untuk mengenang tokoh sejarah Kendal yang legendaris itu, setiap menjelang Hari Jadi Kabupaten Kendal, Pemkab Kendal melakukan ziarah ke makam beliau. Adapaun Makam beliau berada di Desa Lebaksiu Kidul Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal.

Makam Tumenggung Bahurekso

Titik Awal Lahirnya GP Ansor

ilustrasi : Ansor Juwiring dalam memeriahkan HUT RI Ke-74

Dalam masa perkembangan, NU mulai bersungguh-sungguh memperhatikan masalah kepemudaan. Berbagai organisasi pemuda yang pada dasarnya satu aspirasi dengan NU dikumpulkan dalam satu wadah sebagai benteng pertahanan. Sehingga dalam muktamar kesembilan ini lahirlah sebuah keputusan: “Membentuk wadah pemuda yang diberi nama Anshor Nadhlatoel Oelama (ANO).

Pada prinsipnya, perkembangan NU ada pada visi dan cita-cita mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin yang berupaya selalu memoderasi Islam dengan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Di titik ini NU, tidak hanya menyikapi perkembangan dunia global, tetapi juga terus berupaya mempertahankan tradisi dan budaya baik yang ditancapkan oleh para ulama terdahulu dan para pendiri bangsa.

Nahdlatul Ulama (NU) lahir setidaknya mempunyai tiga motivasi. Pertama, menegakkan nilai-nilai agama dalam setiap lini kehidupan. Kedua, membangun nasionalisme. KH Hasyim Asy’ari mengatakan, agama dan nasionalisme tidak bertentangan, bahkan saling memperkuat untuk mewujudkan prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin. Motif ketiga, mempertahankan paham Ahlussunnah wal Jamaah. (Lihat Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010)

Dalam perkembangannya, NU tidak sedikit menghadapi resistensi yang tinggi terutama dari kelompok penjajah dan kelompok yang mengatasnamakan permurnian akidah (puritan), namun berupaya memberangus tradisi dan budaya Nusantara yang merupakan identitas kebangsaan. Hingga masa orde baru pun, NU masih terdiskriminasi oleh rezim. Walau demikian, NU justru makin besar, berkembang, dan mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat.

Tugas yang diemban NU dari masa ke masa akan terus mengalami tantangan yang tidak mudah. Namun, berkaca pada dinamika internal organisasi, akan lebih baik jika warga NU memahami dan mengetahui titik awal perkembangan NU. Titik awal sejarah perkembangan NU terjadi ketika perhelatan Muktamar ke-9 NU di Banyuwangi, Jawa Timur pada 1934.

Setidaknya ada sejumlah alasan kenapa Muktamar di Banyuwangi tersebut dijadikan titik awal perkembangan sejarah NU di Banyuwangi menurut catatan Choirul Anam (2010).

Pertama, karena di Muktamar Banyuwangi inilah mulai diberlakukan  mekanisme kerja baru, yakni pemisahan sidang antara Syuriyah dan Tanfidziyah di dalam muktamar. Sejak itu Tanfidziyah mengadakan sidang sendiri dengan materi permasalahan sendiri. Juga Syuriyah yang mengurus majelisnya sendiri dengan permasalahan yang tentunya terkait dengan persoalan agama. Namun, keputusan yang didapat tetap menjadi kesepkatan organisasi NU secara umum.

Sebelum itu, sidang-sidang di dalam muktamar dipimpin langsung oleh Syuriyah. Pengurus Tanfidziyah boleh ikut dalam sidang – yang biasanya dibagi dalam tujuh majelis – tetapi tidak berhak bersuara (ikut memutuskan) suatu persoalan, terutama yang berhubungan dengan hukum agama.

Pengurus Tanfidziyah ‘boleh ikut’ memutuskan hanya pada perkara yang tidak memerlukan keterangan hukum agama. Hak dan kekuasaan itu memang sudah diatur dalam Statuen NU 1926 sebagai berikut:

“Kekuasaan jang tertinggi dari perkoempoelan ini jaitoe oleh kongres dan oetoesan-oetoesan. Sekalian poetoesan di dalam kongres-kongres jang perloe dengan keterangan hoekoem agama hanja boleh dipoetoes oleh oetoesan-oetoesan dari golongan goeroe agama (oelama). Lain-lain oeroesan jang tiada begitoe perloe dengan keterangan hoekoem agama, oetoesan jang boekan goeroe agama (oelama) boleh turut memoetoesnja.”

Kedua, sejak Muktamar Banyuwangi tatacara persidangan mulai diperbarui. Apabila pada beberapa kali muktamar sebelumnya, sidang-sidang majelis cukup dilakukan dengan duduk melantai di atas tikar atau permadani sambil membawa tumpukan kitab-kitab madzhab, kebiasaan itu tidak lagi dijumpai di Muktamar Banyuwangi. Bentuk persidangan sudah diatur rapi dan agak formal. Peserta sidang dipersilakan duduk di kursi menghadap pemimpin sidang.

Ketiga, dalam muktamar kesembilan ini mulai tampak peran tokoh-tokoh muda NU berpandangan luas seperti Mahfudz Siddiq, Wahid Hasyim, Thohir Bakri, Abdullah Ubaid, dan anak-anak muda lainnya. Mereka ikut menyampaikan pandangannya mengenai berbagai masalah kemasyarakatan dan kebangsaan.

Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi konflik internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader.

KH Abdul Wahab Chasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.

Choirul Anam (2010) mencatat, dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab Chasbullah –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).

Nama Ansor ini merupakan saran KH. Wahab Chasbullah, “ulama besar” sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut.

Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).

Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam.

Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang, mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut Banser (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh.

Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namanya tetap dikenang, bahkan diabadikan sebagai nama salah satu jalan di kota Malang.

Rabu, 18 November 2015

Bagaimana‬ NU dan Banomnya menghidupi diri sendiri untuk menjalankan roda organisasi?




Tulisan ini kami ambil dari suatu percakapan di sebuah Group Facebook. Kami merasa percakapan ini sangat menarik, sehingga perlu kami arsipkan dengan harapan tulisan ini dapat bermanfaat untuk memberikan motifasi kepada sahabat-sahabat semua dalam mengelola dan menjalankan roda organisasi Gerakan Pemuda Ansor.

 ======================================================

Teringat dalam benak saya, bagaimana NU awal tahun 2000-an begitu tergantung oleh pengusaha pengekspor ikan dari Pidodowetan, sebut saja Si Fulan. Si Fulan seolah-olah menjadi satu-satunya dontap (donatur tetap) tiap kali NU punya hajat infrastruktur. Tapi ketika usaha Si Fulan gulung tikar, NU seolah-olah kehilangan sosok ibu menyusui, jadi kurang gizi.
Jadikan pelajaran saja, Nahdlotut Tujar ada sebelum NU, dari perdagangan para ulama itulah kemudian NU dibiayai, didirikan sampai bercabang-cabang. Kuncinya kemandirian, pendanaan secara mandiri salah satunya lewat social prenuer dengan pendirian RSNU akan menjadikan organisasi NU mandiri, kuat dan dinamis.

Bagaimana menumbuhkkembangkan rasa memiliki suatu organisasi?
 
1.      Kesadaran jihad fisabilillah. Tidak cuma perang sabil dan menuntut ilmu agama, tapi nguri-uri NU sebagai media dakwah islamiyah jg bentuk jihad.
2.      Kesadaran infaq, sedekah, zakat tidak harus pada lingkungan sekitar tapi terhadap NU juga Insya Allah banyak manfaatnya.
3.      Take and give (memberi dan menerima) bagaimana membuat NU dibutuhkan masyarakat, terutama bidang-bidang sosial?

Bagaimana teknik operasionalnya terkait point yg nomor 3 itu ?

NU itu punya Banom banyak dan amal usaha juga lazisnu kesemuanya dioptimalkan, akan sangat menyentuh lapisan masyarakat paling bawah.

1.      LazisNU dg pendanaan yg optimal tentunya akan memberikan dampak bagi mustahiq 8 asnaf, paling mencolok fakir miskin. Program BLSM pemerintah bisa diadopsi, khususnya bagi fakir miskin yg sudah tua dan tidak memiliki penyangga keluarga lagi atau tdk ada yg bekerja. Buat fakir miskin yg masih mampu bekerja, kasih saja ternak atau modal usaha lain dg sistem bagi hasil.

2.      Bidang hukum, LBPHNU harus memberi konsultasi dan pendampingan kepada warga NU, sebagai contoh; kasus NU yang digugat oleh mantan tapol PKI dan di Kendal ada kasus asuransi belum terbayar yg menyeret tokoh NU.

3.      Bidang pertanian, NU bisa mengambil posisi sebagai penengah perselisihan lahan dan pengairan, memastikan subsidi pupuk terpenuhi, dll.

4.      Bidang pendidikan, NU harus mengupayakan pendidikan pesantren agar diterima secara resmi oleh Depag dan disetarakan dengan pendidikan Formal, sehingga lulusannya bisa melanjutkan ke jenjang yg lbh tinggi dan atau diserap industri dan lembaga pemerintahan. Kalau belum bisa, buat pendidikan Kejar Paket terutama untuk kalangan pesantren, sehingga mereka diakui dan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan dapat terserap industri dan lembaga Pemerintahan.



sumber : Rahma Purnama
===================================================== 

Jumat, 13 November 2015

Mars BANSER

Izinkan ayah Izinkan  ibu
Izinkan  kami pergi berjuang
Dibawah kibaran bendera NU
Majulah ayo maju serba serbu (serbu)
        
Tidak kembali pulang
Sebelum kita yang menang
Walau darah  menetes di medan perang
Demi agama ku rela berkorban

Maju ayo maju ayo terus maju
Singkirkanlah dia dia dia
Kikislah habis mereka
Musuh agama dan ulama

Wahai barisan Ansor serbaguna
Dimana engkau berada (disini)
Teruskanlah perjuangan
Demi agama ku rela berkorban      2x